Thursday, November 24, 2016

Setangkai Daun yang Gugur. Part 25



       Satu moment, Melina tertawa bebas, ringan, nyaman dan carefree. Moment berikutnya, tertawanya hilang dan wajahnya memerah …..marah? Kenapa? Elius bingung.
       Kebingungan yang bertambah, karena moment selanjutnya, Melina begitu saja bangkit dari kursinya, memohon diri dan bergegas ke mesin cuci  yang baru saja berhenti seolah mesin cuci akan mengamuk  jika Melina terlambat.
       Apakah Melina kehabisan waktu? Mertua Melina mungkin bukan orang yang sabar.
     Elius segera bangkit dari kursinya untuk menolong Melina mengeluarkan karpet  dari salah satu mesin cuci. Sekali lagi pandangannya menemukan  wajah Melina yg….. memerah.
       Elius mengangkat alis….. apa lagi kesalahannya?
      Elius  coba tidak memperdulikan kesalahan apa yang ia lakukan yang cukup  membuat wajah Melina merah marah. Dengan efficient ia masukkan karpet ke mesin pengering. Melina melakukan hal yang sama di sebelah mesin yang  Elius pakai.
      Tapi Melina putar pengering temperature ke set yang paling panas. Elius otomatis menjulurkan tangannya, menempatkannya di atas Melina mencegah Melina.
     “Terlalu panas. Karpet meleleh.” Elius menerangkan ketika Melina menoleh ke arahnya dengan mata penuh pertanyaan.
      Sekali lagi wajah Melina memerah, ia menggigit bibirnya seolah-olah mencegah dirinya untuk mengatakan sesuatu yang tidak baik kemudian, mengalihkan pandangannya kearah berlawanan dari wajah Elius.
     Salah apa lagi aku ini?
     Elius tidak mengerti tapi kehilangan suara untuk bertanya, karena melihat Melina menggigit bibirnya sedemikian rupa dan merasakan sentuhan tangan mereka cukup membuat pikiran Elius untuk terbang hanya ke satu jurusan……ah……..
     ……help me God…..

Monday, November 21, 2016

Setangkai Daun yang Gugur. Part 24


     Melina tidak ingat kapan terakhir kali ia tertawa sebebas ia tertawa saat itu. Nyaman dan merasa ringan. Carefree. Seolah tidak ada kewajiban dan kehidupan lain, selain mendengarkan cerita dan menikmati suara Eli, yang datang menyentuh dan membelai telinga Melina seperti old lover.
      Old lover?
      Melina merasakan wajahnya memerah. Bagaimana ia mampu  memikirkan hal seaneh “old lover” dengan seorang yang ia baru kenal ?
     Di seberang meja plastic Eli mengangkat alis….
      Untung waktu itu mesin yang mencuci karpet mengeluarkan suara ‘beep’ , tanda cucian selesai dan siap untuk di keringkan.
      “Cucian selesai….” Ucap Melina dan secpatnya mohon  diri untuk menaruh cucian di pengering.

Melina merasakan tatapan Eli mengikuti gerakannya. Seperti kemarin di park, tatapan Eli membuat darah Melina mengalir panas seperti lava dengan keinginan besar untuk….Melina menngelengkan kepalanya. Old lover….sekarang mikirin ini? Ah…..

Dengan tergesa Melina menuju ke mesin cuci dan menyembunyikan dirinya dari tatapan Eli di belakang mesin.

Tapi persembunyian itupun hanya berjumlah beberapa detik. Karena waktu Melina mengeluarkan karpet dari mesin cuci kedua, Eli juga mengeluarkan karpet dari mesin ketiga.
Old lover…..lava mendidih panas……
Wajah Melina memerah lagi.
Sekali lagi Melina melihat Eli mengangkat alis mata.
Oh…god…..help me here…..

     
   


Sunday, October 30, 2016

Setangkai Daun yang Gugur part 23

Daun Gugur 23.
Elius.

Dari menjelaskan keindahan  kota kecil South Haven, Elius menemukan dirinya bercerita tentang pengalaman lucu yang ia temui ketika pertama kali mengunjungi kota kecil itu.
        Setelah beberapa bulan di U.S., akhirnya Elius mendapatkan hari libur di akhir bulan October. Selalu mendengar tentang keindahan Danau Michigan, ia memutuskan untuk camping di sana. Kebetulan tempat camping yang ia pilih di pinggir kota South Haven.
      Sedang asyiknya menikmati alam dan memandang bayangan bulan yang menari di atas air, Elius mendengar suara berisik datang dari semak-semak di belakangnya. Ia menoleh, melewati kegelapan di seklilingnya, Elius melihat sesuatu yang kelihatan seperti….rambut coklat, kemudian sepasang mata hitam yang ganas, kemudian hidung besar, taring panjang dan seluruh badan kecoklatan yang dengan perlahan merangkak ke arahnya….. Singa!!!!
       Whoosh….!
       Elius bangkit dari posisi duduk dekat tenda dan dengan kecepatan mengimbangi superman, lari secepatnya ke arah danau. Singa takut air.
     Sang singa tentu saja mengejar.
     Elius menambah kecepatan kakinya lari ke danau….sepuluh meters, tujuh meter, empat meter, satu meter lagi…..
     “Hey….wait!” Sang singa berteriak.
    What?
     Telapak kaki Elius yang menyentuh air danau yang lebih dingin dari air es merasa lega ketika Elius menariknya kembali ke atas pasir yang walaupun dingin tapi kering.
    “What did you do that for?” Sang singga bertanya. Nafasnya ngos-ngosan.
    “Did what?”
    “Going to the water. You know, it’s cold enough to kill you within minutes.”
    “I….I…..” Elius menggaruk-garuk kepala. Tidak mau kelihatan seperti idiot lari dari orang yang pakai costume singa….tapi…. Elius tidak punya penjelasan lain. “I thought you were a…lion?”
     “A lion?”
      Sang singa tertawa….
     Melina tertawa…..
    Elius mengankat bahu lebih menikmati mendengar suara tawa Melina daripada mengikutinya tertawa,
     “Singa di Michigan?” Tanya Melina mencoba untuk berhenti tertawa,
     “Kemungkinan….”
     “Singa kaki empat…no..no…. Singa kaki dua…yes..yes…” Melina dengan bebas tertawa lagi.
   


Setangkai Daun yang Gugur. Part 22.

Daun Gugur 22.
Melina.

       “Pernah ke South Haven?” Eli bertanya.
        Melina menggelengkan kepala. Suami Melina bukan type orang yang membuang waktu menjadi tourist apalagi tourist ke kota kecil seperti South Haven.
       “Kalau ada waktu singgah di sana lumayan bagus…Light house, pantai, danau, …”
     Kemudian Eli menjelaskan keindahan kota kecil yang bernama South Haven di pinggir timur Danau Michigan.
     Menjelaskan ke Melina air danau yang cukup bening untuk sinar matahari menerangi dasar danau walaupun terbenam  lima meter dari permukaan air.
    Menjelaskan keindahan pemandangan light house, Boardwalk dan pemandangan sunset di atas Danau Michigan.
    Menjelaskan betapa luasnya Danau Michigan, sampai Eli kadang lupa bahwa yang ia lihat dari pantai adalah sebuah danau dan bukan samudra.
    Melina mendengarkan penjelasan Eli. Menikmati suaranya yang berat bercampur keserakan dari tenggorokan yang sering mengisap asap rokok.
    Oma Melina pernah memberi Melina pesan untuk menjauhi seorang perokok. Seorang perokok bisa kecanduan merokok yang lebih bahaya dari kretek, seperti apa yang terjadi pada Opa. Kecanduan yang menghabiskan keuangan keluarga dan menamatkan kehidupan. Hindari seorang perokok sejauhnya, pesan Oma.
    Tapi bagaimanakah Melina mampu menjauhi Eli, jika suara Eli seperti suara ombak membelai pantai, mengundang dan memberi harapan kepada penumpang perahu yang bertahun tahun tidak pernah melihat daratan?
Setangkai Daun yang Gugur 21.

Elius.

     “Tinggal dekat sini?” Elius bertanya. Sekali lagi ingin membuka percakapan.

      “Nggak. Tinggal di Northville.”

      “Jauh…untuk laundry.”

      Melina tersenyum.” Itu untuk mertua. Dia tinggal dekat sini.”

     Mertua….suami….

     Elius menggelengkan kepala, mengusir perasaan tidak nyaman. “Karpetnya baru….kok dicuci?”

     Melina tertawa kecil. “Iya.... Kata mertua, karpet itu kan diinjak-injak pembeli yang lain. Cuci dulu sebelum dibawa pulang.”

    Ketika Elius mendengar tawa kecil Melina yang ringan dan polos, untuk sesaat Elius merasa jiwanya terbang meninggalkan tubuhnya, melayang ke suatu tempat yang jauh dan lama.
    Tempat yang ia kenal tapi tidak ingat.

   “Eli, tinggal dekat sini?” Pertanyaan Melina membawa jiwa Elius kembali ke tubuhnya.

    Elius tersenyum sebelum menjawab,”Trailer di South Haven. Tapi kebanyakan hidup di truck.”

   “A trucker?”

   Elius mengangguk.

   “Long distance?”

    Sekali lagi Elius menganggukkan kepala.

    “Sangat menarik. Selalu kepingin menjelajah negara sebagai trucker.”

    Elius tersenyum,” Setelah beberapa tahun tidak begitu menarik lagi. A trucker seperti pengembara, jarang bisa tinggal di tempat yang sama dalam waktu yang panjang.”

  “Pengembara …..punya rumah di South Haven,” Melina   tersenyum,” Sedikit ke utara…..Heaven.”

   Elius tersenyum. Seluruh tubuhnya tersenyum. Sekali lagi jiwanya melayang ke tempat yang jauh dan lama….mengingat wanita yang sering membuat seluruh tubuhnya tersenyum….

   Dimana dan kapan….?

Sunday, October 16, 2016

Daun Gugur 20.

Melina.

“Kopinya, ok?” Eli bertanya. 
       Melina mau menjawab, ‘Sedikit cream dan gula, akan lebih enak.’ Tapi Eli bukan type ‘cream dan gula’. Kopi Eli tanpa tambahan, seperti orangnya: tidak bertele-tele. 
      Eli masukan bathroom karpet ke mesin cuci, menambahi sabun, membeli coin untuk menjalankan mesin. Kemudian Eli mengambil laundrynya dari mesin pengering, membawa laundry ke truck, kembali ke laundromat dengan sebungkus es, untuk di taruh di atas benjolan di dahi Melina, menyarankan untuk Melina duduk di kursi plastic, balik lagi ke trucknya, kembali dengan dua cangkir kopi. Semua Eli lakukan dengan efficient dan tanpa embel-embel. 
      “Kopinya, ok. Terimakasih.” 
      Melina meniup kopi pekat dan agak pahit dengan pelan sambil mengingatkan dirinya untuk menikmati kopi buatan Eli. Melina tidak ingat kapan ada orang lain, selain pegawai cafĂ©, membuatkan dia kopi. Suami Melina tidak pernah membuat kopi , atau mengerjakan laundry dan pekerjaan rumah tangga yang lainnya. Berbeda dengan Eli. 
      

Thursday, October 13, 2016

Setangkai Daun yang Gugur. Part 19.


Elius.

Bathroom carpet berputar di mesin cuci. Cucian Elius telah selesai dan menunggu untuk dilipat di dalam truck cab. Elius dan Melina duduk di kursi plastic di pojok laundromat. Sebungkus es dari kulkas di truck Elius menempel di atas dahi Melina. Dua cangkir kopi yang Elius baru rebus duduk di atas meja plastic yang memisahkan kursi mereka. 
     Ratusan pertanyaan yang menginginkan jawaban dari Melina  menbanjiri benak Elius. Tapi ratusan jawaban juga dari Melina yang Elius tidak ingin tahu. Seperti kehadiran cincin bermata berlian empat karat berdampingan dengan cincin platinum polos yang melingkari jari Melina. Elius terus terang tidak mau tahu jawabannya. 
       Tapi….kehadiran satu suami atau sepuluh atau seratus di samping Melina  apakah akan mampu merubah apa yang Elius  rasakan terhadap Melina? 
     
     “Kopinya, ok?” Elius memilih pertanyaan enteng.